Wednesday 18 March 2015

Tuberkulosis dan Pengobatannya

Tanggal 13 Maret 2015 kemarin akhirnya saya menjalani pengobatan TB hari pertama. Obat-obatannya sama persis dengan yang saya konsumsi dulu. Dosisnya pun tidak berubah. Oleh sang dokter, saya dimasukkan dalam pasien kategori II (pasien yang pernah menjalani pengobatan sampai dinyatakan sembuh total, lalu kambuh).

Dan di sinilah tragedi dimulai. Karena kondisi itu, maka saya harus mendapat satu jenis terapi lagi, yaitu pengobatan dengan cara injeksi alias suntik. Terdengar cukup buruk? Ya, sampai akhirnya saya diberi penjelasan bahwa injeksi tersebut harus dilakukan selama 60 hari. Setiap hari tanpa putus. Di bagian mana? Sang dokter menjelaskan bahwa injeksi akan dilakukan di bagian belakang, alias bokong.


Kesimpulannya : Saya akan disuntik di bokong setiap hari, selama 60 hari tanpa putus. 

Sepertinya menarik.

Sempat terpikir bahwa kondisi saya akan kembali drop karena efek samping tablet-tablet lucu tersebut (dan suntikan gaul tentu saja). Sekadar info, dulu efek samping obat yang saya alami sangat mengganggu. Saya merasakan mual hebat dan akhirnya muntah-muntah. Nafsu makan lenyap. Berat badan saya pun amblas menuju titik terendah. Saya yang dulunya gempal dengan bobot 68 kg akhirnya menyusut hingga tertinggal 53 kg saja. Bayangkan, tinggi saya sekitar 175cm dengan berat 53kg. Miris rasanya mengenang masa-masa itu. Semoga kali ini efeknya tidak separah dulu.

Perihal masalah obat, sempat ada permasalahan akibat sistem BPJS yang agak rumit. Dari dokter Paru kemarin saya diberikan obat-obatan yang terdiri dari Rifampicin, INH, Pyrazinamide, dan Ethambutol plus beberapa botol obat injeksi untuk beberapa hari.Beliau menyarankan agar saya menjalani pengobatan dan penyuntikan di Puskesmas yang hanya selemparan batu dari tempat tinggal saya. Jadi obat dari beliau akan digantikan dengan obat dari program DOTS. Saya pun menyetujuinya. 

Esok harinya saya berjalan penuh semangat menuju Puskesmas untuk mengambil obat dari program DOTS dan melakukan injeksi. Sempat terjadi 'kehebohan' di sini. Karena ternyata hasil dari tes dahak saya menunjukkan BTA (basil tahan asam) yang negatif. Dan Puskesmas tidak bisa mengajukan paket pengobatan, karena syarat untuk mendatangkan obat kategori II dari pusat adalah semua tes (darah, dahak, rontgen) harus menunjukkan hasil positif. Namun setelah bernegosiasi dengan petinggi dinas kesehatan Depok akhirnya paket obat tersebut bisa dipergunakan. 

Paket obat dari Puskesmas ini menggabungkan semua jenis obat yang sudah saya sebutkan tadi ke dalam satu kaplet. Kira-kira seperti inilah bentuknya: 
Fixed Doses Combination, obat TB, tuberkulosis, TBC, OAT
sumber http://buletinsehat.com/terapi-4-fdc-obat-tbc-untuk-kesembuhan-total
Di dalamnya sudah terdapat berbagai macam obat TB dengan dosis tetap sehingga dinamakan FDC (FIxed Dose Combination). Kaplet-kaplet ini harus dikonsumsi dalam keadaan perut kosong untuk memudahkan proses penyerapan ke dalam tubuh. Saya sendiri selalu mengkonsumsi saat pagi hari sebelum sarapan. Jumlah obat yang dimakan tergantung dari berat badan pasien. Saya minum empat~

Sekarang saya akan memberikan info yang sangat berguna bagi anda. SEMUA obat yang disediakan oleh Puskesmas termasuk cairan injeksi dan peralatan suntik diberikan secara cuma-cuma alias GRATIS. Asalkan anda berkomitmen untuk menjalani pengobatan setiap hari sampai tuntas. Jadi, jangan takut apabila anda ternyata mengidap TB dan tidak memiliki biaya. Bahkan jika anda tidak mampu berangkat ke Puskesmas tiap hari, maka akan ada petugas yang menyambangi rumah anda. Dan kunjungan ini sudah termasuk ke dalam program (kalau di Puskesmas kecamatan saya, semoga seluruhnya demikian). Yang harus anda sediakan adalah niat dan keyakinan untuk sembuh. Itu saja. 

Akhirnya saat-saat mendebarkan datang juga. Saya akan disuntik. Ini merupakan pertama kalinya saya menjalani suntik di bagian bokong. Eksekutornya adalah seorang perawat wanita yang sepertinya sudah cukup berumur. Sebelum suntik, saya harus menjalani skin test untuk memastikan tidak ada alergi pada obat. Dan rasanya perih luar biasa, karena obat disuntikkan hingga menimbulkan semacam tonjolan kecil di permukaan kulit. Setelah dinyatakan tidak muncul alergi, eksekusi dilakukan. Ternyata rasanya tidak terlalu buruk. Saya bahkan tidak merasakan sakit sama sekali. Sang perawat mengatakan bahwa hal itu terjadi karena saya baru pertama kali disuntik. Untuk selanjutnya mungkin akan lebih menyakitkan dan menimbulkan rasa pegal. Sungguh perawat yang sangat bijak. 

Mungkin itu saja yang bisa saya bagi kali ini. Apabila anda juga sedang menjalani pengobatan TB, mari kita berpegangan tangan bersama menghadapi dunia. Apabila anda dalam kondisi sehat walafiat, maka berbahagialah anda.

Wassalam. 

Tulisan Lain

No comments:

Post a Comment